IBN AL-ATSIR DAN METODENYA DALAM MENYUSUN JÂMI’ AL-USHÛL FÎ AHÂDÎTS AL-RASÛL
Abstract
Perkembangan peradaban Islam, khususnya tentang kemajuan keilmuan cukup berkembang pada zaman keemasan. Yang demikian terbukti dengan berbagai karya ulama pada masa-masa kemasan hingga masa kemunduran Islam. Kajian tersebut cukup menyeluruh, dalam kajian al-Qur’an lahir puluhan kitab tafsir, demikain pula kajian hadits, yang juga melahirkan kitab-kitab induk dalam disiplin hadits. Dalam kajian hadits ini, melahirkan kitab-kitab induk juga melahirkan kitab-kitab turunan dengan metode, manhaj, dan model sendiri-sendiri. Diantara kitab turunan tersebut ada yang menggunakan metode kamus, seperti Jami al-Shaghir, Jami al-Ushul fi ahadits al-Rasul dan sebagainya. Penyusunan kitab Jâmi al-Ushûl fî Ahâdîts al-Rasûl ini oleh Ibn al-Atsir tidak dapat dipisahkan dengan seorang ulama, yaitu Ruzain bin Mu’awiyah al-Sirqasthi, yang menulis kitab yang serupa sebelumnya. Kitab tersebut mengumpulkan hadits-hadits yang ada dalam Shahih Bukhari, Shahih Muslim, Sunan Tirmidzi, Sunan Abu Dawud dan Sunan al-Nasa’i. Ketika membaca dan menela’ah kitab tersebut, Ibn al-Atsir menemukan terlalu banyaknya hadits. Di samping itu, ia juga mendapatkan ketidaksistematisan dalam karya tersebut. Setelah selesai mengkaji dan menela’ah kitab tersebut, Ibn al-Atsir berushasa menyusun kembali kitab serupa dengan menambahkan hal-hal yang dirasa penting, termasuk hadits-hadits yang ada di dalam Kitab Al-Muwaththa. Di samping itu, Ibn al-Atsir juga membuat sistematika yang berbeda, yang lebih sederhana dan mudah, dengan tujuan untuk memudahkan para pengkaji hadits. Mengenai nama yang dipilih, pada dasarnya hanya Ibn al-Atsir, penulis Jâmi al-Ushûl fî Ahâdîts al-Rasûl, yang paling mengetahui alasan utama pemilihan atau pemberian nama kitabnya dengan nama tersebut.
Downloads
![Creative Commons License](http://i.creativecommons.org/l/by-sa/4.0/88x31.png)
This work is licensed under a Creative Commons Attribution-ShareAlike 4.0 International License.